BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kita wajib merasakan nikmat pemberian Allah dalam setiap kebaikan
yang kita terima, karena tidak ada suatu kebaikan pun yang turun kecuali atas
kasih sayang –Nya. Janganlah seorang mengira bahwa dengan perbuatan,
pengorbanan, dan perjuangannya, ia berhak memperoleh balasan nikmat. Bagaimana
hal itu bisa, sedangkan perbuatan sihamba sendiri merupakan nikmat Allah
untuknya. (DR. Majdi Alhilali, 1999 : 115)
Alih alih melakukan perbuatan yang nanti mengharapkan nikmat Allah,
tetapi, kebanyakan umat manusia selalu lupa dengan kenikmatan kenikmatan yang
telah diterima dari –Nya, seringkali lebih banyak kita dengar gerutunya daripada
ungkapan rasa syukur, misal petani ketika panen seringkali kita dengar ungkapan
: “Panen sih Panen tapi Cuma sedikit”. Pedagang juga seringkali menggerutu : “
dagangan kok sepi “ padahal berdagang sudah bertahun tahun dan dari untungnya
bisa membeli apa apa. Juga si Pegawai Negeri, ketika dinaikkan gajinya mereka
banyak juga yang ngomel : “ Naik kok Cuma sedikit padahal dengan kenaikan harga
BBM harga harga sudah membumbung tinggi “. Dan masih banyak lagi ungkapan
ungkapan ketidaksyukuran dari semua lapisan masyarakat, diberi hujan minta
panas diberi kemarau minta hujan dst.
Rasa kurang bersyukur yang demikian bisa jadi merupakan pola
pendidikan yang kurang tepat, padahal Allah Telah memberikan Kenikmatan kepada
manusia sejak dalam kandungan sampai beranjak dewasa dan seterusnya. Masa kecil
kita seringkali dimanja dengan keinginan keinginan yang selalu di penuhi oleh
orang tua maka akibatnya akan melihat sesuatu yang belum dimiliki atau yang
diatasnya. Seringkali anak kecil yang
sudah mempunyai sepeda atau sesuatu melihat sepeda atau sesuatu milik temannya
lebih bagus, padahal tidak melihat masih banyak teman yang lain tidak memiliki
sepeda atau sesuatu tersebut. Apabila kejadian ini terus berlanjut hingga
dewasa dan seterusnya maka akan terbentuk jiwa yang kering dengan rasa bersyukur.
Dalam Keseharian, kita selalu fokus memandang sisi kekurangan bukan
kelebihan yang kita miliki sehingga rasa syukur selalu jauh dari nuansa kalbu
kita. Mengatasi yang demikian kita harus melatih hati, ucapan dan perbuatan kita
untuk senantiasa pandai bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah kepada
kita.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah Pengertian Syukur ?
2.
Apakah Pengertian Nikmat Allah ?
3.
Bagaimana cara kita bersyukur kepada Allah ?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Untuk mengetahui Pengertian Syukur
2.
Untuk mengetahui pengertian Nikmat
3.
Mengetahui bagaimana cara kita bersyukur kepada Allah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syukur
Syukur artinya ucapan, perbuatan, dan sikap terimakasih atau al-hamd; pujian. Dalam ilmu tasawuf,
syukur adalah ucapan, sikap dan perbuatan terimakasih kepada Allah swt. Dan
pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah swt. (
Abdul Mujieb dkk. Ensiklopedia tasawuf Imam Al-Ghazali, 2009 : 471 )
Imam al-Qusyairi mengatakan, “ hakikat syukur adalah pengakuan
terhadap nikmat yang telah diberikan Allah yang dibuktikan dengan ketundukan
kepada-Nya. Jadi, syukur itu adalah mempergunakan nikmat Allah menurut kehendak
Allah sebagai pemberi nikmat. Karena itu, dapat dikatakan bahwa syukur yang
sebenarnya adalah mengungkapkan pujian kepada Allah dengan lisan, mengakui
dengan hati akan nikmat Allah dan mempergunakan nikmat itu sesuai dengan
kehendak Allah. ( Syafi’i el Bantanie, 2009 : 3)
Dalam Al-Quran kata “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan
sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis
Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu:
a.
Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh.
Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun,
karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun
hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan
Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah
sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
b.
Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan
kalimat syakarat asy-syajarat.
c.
Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
d.
Pernikahan, atau alat kelamin.
Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar
pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna
pertama yang mengambarkan kepuasan dengan yang sedikit sekalipun, sedang makna
keempat dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat
melahirkan banyak anak. ( M Quraish shihab ; 285 )
Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab
dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan “Siapa yang merasa puas
dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.”
Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar
bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata
“syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya
ke permukaan.” Kata ini –tulis Ar-Raghib– menurut sementara ulama berasal dari
kata “syakara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata
“kafara” (kufur) yang berarti menutup –(salah satu artinya adalah) melupakan
nikmat dan menutup-nutupinya.
Makna yang dikemukakan pakar di atas dapat diperkuat dengan
beberapa ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur,
antara lain dalam QS lbrahim (14): 7:
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
Artinya : dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang
diabadikan Al-Quran:
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ @ö6s% br& £s?öt y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #
É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×LqÌx. ÇÍÉÈ
Artinya : berkatalah
seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa
singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman
melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini
Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari
(akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka
Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
Hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,” dan hakikat kekufuran
adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya
pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga
menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah:
$¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù ÇÊÊÈ
Artinya : Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau
menyebut-nyebut (QS Adh-Dhuha [93]: ll).
Nabi Muhammad saw pun bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti)
nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)”.
Sementara ulama ketika menafsirkan firman Allah,
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
Artinya : karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
( M Quraish Shihab : 285)
SIAPA YANG HARUS DISYUKURI
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada
Allah SWT Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut
beberapa nikmat-Nya.
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
Artinya : karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.
Dalam QS Luqman (31): 12 dinyatakan:
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±t $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ
Artinya : dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman,
Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa
yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji".
Namun demikian,
walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang
diajarkan adalah “alhamdulillah” dalam arti “segala puji (hanya) tertuju kepada
Allah,” namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka
yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran secara tegas
memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensyukuri kedua orang tua (yang
menjadi perantara kehadiran kita di pentas dunia ini.) Surat Luqman (31): 14
menjelaskan hal ini, yaitu dengan firman-Nya:
$uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
Artinya : dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Gambaran Orang tua
laksana sinar matahari yang menerangi seluruh lapisan alam raya. Apalah
jadinya, bila tiba tiba matahari ngambek; tidak mau memancarkan sinarnya. Semua
mahluk bumi pasti tidak akan bisa menjalani kehidupan di dunia ini. Orang tua
yang memberikan energi yang sangat bermanfaat bagi setiap langkah dalam
menapaki kehidupan dengan segala dinamikanya. ( Prof.DR. M.Amin Syukur, M.A zizkir menyembuhkan kankerku : 10 )
Walaupun Al-Quran
hanya menyebut kedua orangtua –selain Allah– yang harus disyukuri, namun ini
bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri.
Siapa yang
tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah (Begitu bunyi
suatu riwayat yang disandarkan kepada Rasul Saw).
Pengertian Nikmat
Bagamina cara manusia mengenal nikmat nikmat Allah
1.
Melalui alqur’anul karim
Alqur’an telah banyak memperkenalkan
kepada manusia nikmat nikmat Allah SWT.
2.
Melalui kejadian kejadian yang dialami dalam kehidupan
Yaitu dengan merenungkan nikmat
nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada kita, dengan memperhatikan
orang yang terkena musibah dan tidak menimpa kita.
3.
Ikut serta dalam majelis majelis yang mengingat serta membicarakan
nikmat nikmat Allah ( DR. Majdi Al Hilali, 2006 : 120 )
Nikmat Yang kita
peroleh adalah konsekuensi dari sifat kebaikan –Nya terhadap manusia. Tegasnya,
Allah senantiasa berkehendak menganugerahkan nikmatnya kepada manusia. Oleh
karenanya kita harus senantiasa sadar bahwa semua nikmat yang kita peroleh
adalah dari Allah. Dialah yang memberi nikmat, bukan yang lain. Ketika kita
dikasih sesuatu oleh seseorang misalnya, berarti barang itu berasal dari-Nya.
Pemberi barang itu hanyalah perantara nikmat-Nya. Ma’rifah ( pemaknaan
nikmat) seperti itu akan membawa kita pada proses peng-esaan (
pengtauhidan ) dan pengkudusan ( peng taqdisan ). Perlu kita ketahui,
aspek taqdis dan tauhid adalah bagian terpenting dalam ma’rifah.
Keduanya adalah tingkat pertama dalam ma’rifah ma’rifah iman.( Ir. Siswo
Sanyoto : 292 )
MANFAAT SYUKUR BUKAN UNTUK TUHAN
Al-Quran secara
tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur,
sedang Allah SWT sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit
pun dari syukur makhluk-Nya.
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ @ö6s% br& £s?öt y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #
É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×LqÌx. ÇÍÉÈ
Artinya : berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI
Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku
Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang
bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia".
Karena itu pula,
manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat
terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi)
atau ucapan terima kasih. Dengan Syukur ini akan melahirkan kekuatan yang luar
biasa dalam kehidupan, mampu membentuk manusia yang arif dan bijaksana. Sifat
Syukur hanya dapat lahir dari hati nurani dan keadaan seseorang yang sudah
terbentuk sejak dinidan bisa merealisasikandalam tradisi yang baik kapan dan
dimanapun berada. ( Yunus Hanis Syam, 2009 : 46 )
Walaupun manfaat
syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia
menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun ‘Alim
* ¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB Ìͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |Møt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# xsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& §q©Üt $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #Zöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOÎ=tã ÇÊÎÑÈ
Artinya : Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari
syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau
ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan
Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya
Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.
Syakiran Alima (QS An-Nisa’ [4]: 147)
$¨B ã@yèøÿt ª!$# öNà6Î/#xyèÎ/ bÎ) óOè?ös3x© öNçGYtB#uäur 4 tb%x.ur ª!$# #·Å2$x© $VJÎ=tã ÇÊÍÐÈ
Artinya : mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan
beriman ? dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui.
yang keduanya
berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan
menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur.
Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim
(14): 7
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
Artinya : dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih".
BAGAIMANA CARA BERSYUKUR
Bersyukur kepada
Allah wajib bagi hamba hambanya. Hanya saja manusia tidak akan mampu bersyukur
sebagaimana mestinya sesuai dengan limpahan nikmat yang diberikan Allah kepada
mereka. Ini jelas diluar batas kemampuan manusia. Allah swt. Sendiri tidak
pernah memberi beban kepada seseorang diluar batas kemampuannya. Mensyukuri
nikmat itu sendiri pun merupakan nikmat Allah, setelah disyukuri, masih
menyisakan ruang syukur berikutnya. ( Dr.Ahmad Syawqi Ibrahim, 2006 : 153 )
Walaupun demikian
sebagai hamba kita berusaha untuk bersyukur walaupun mustahil untuk menjadi
orang yang bersyukur sepenuhnya karena Allah sudah bersabda sedikit sekali
hambaku yang bersyukur secara utuh dan sempurna. Di atas telah dijelaskan bahwa
ada tiga sisi dari syukur, yaitu dengan hati, Yaitu kepuasan batin atas
anugerah. Syukur dengan lidah yaitu dengan mengakui anugerah dan memuji
pemberiannya. Syukur dengan perbuatan yaitu dengan memanfaatkan anugerah yang
diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.( M Quraish Shihab, wawasan
alqur’an : 268 )
a. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati
dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah
semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar
manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan
keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang
bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga
terlontar dari lidahuya pujian kepada-Nya
Seorang yang
bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji
Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang
dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
Dari kesadaran
tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan
perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran
dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat
yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat
penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang
yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita
itu).
b. Syukur dengan lidah
Syukur dengan
lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil
memuji-Nya. Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar
pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi “al-hamdulillah.”
Kata “al” pada
“al-hamdulillah” oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni
mengandung arti “keseluruhan”. Sehingga kata “al-hamdu” yang ditujukan kepada
Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah
Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
Jika kita
mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji
seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada
akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu
bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada lahirnya ada perbuatan atau
ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai “kurang baik”, maka
harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia
dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu
yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian.
Walhasil, syukur dengan lidah adalah “al- hamdulillah” (segala puji bagi
Allah).
c. Syukur dengan perbuatan
Nabi Daud a.s.
beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya.
Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan
tbqè=yJ÷èt ¼çms9 $tB âä!$t±o `ÏB |=Ì»pt¤C @ÏW»yJs?ur 5b$xÿÅ_ur É>#uqpgø:$%x. 9rßè%ur BM»uÅ#§ 4 (#þqè=yJôã$# tA#uä y¼ãr#y #[õ3ä© 4 ×@Î=s%ur ô`ÏiB yÏ$t6Ïã âqä3¤±9$# ÇÊÌÈ
Artinya : Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
Yang dimaksud
dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan
tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang
diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat
tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah
SWT Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui
firman-Nya:
uqèdur Ï%©!$# t¤y tóst7ø9$# (#qè=à2ù'tGÏ9 çm÷ZÏB $VJóss9 $wÌsÛ (#qã_Ì÷tGó¡n@ur çm÷YÏB Zpuù=Ïm $ygtRqÝ¡t6ù=s? ts?ur ù=àÿø9$# tÅz#uqtB ÏmÏù (#qäótFö7tFÏ9ur ÆÏB ¾Ï&Î#ôÒsù öNà6¯=yès9ur crãä3ô±s? ÇÊÍÈ
Artinya : dan Dia-lah, Allah
yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging
yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu
pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
Ayat ini
menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut
dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain,
serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya,
bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat “mencari karunia-~Nya”.
Islam sangat
melarang berpangku tangan menanti rezeki turun dari langit. Tidak !! Islam
tidak pernah mengajarkan yang demikian. Selama napas ini masih dititipkan dalam
hidup, wajib hukumnya untuk bergerak. ( Prof.DR. M.Amin Syukur, M.A zizkir menyembuhkan kankerku : 30 )
KEMAMPUAN MANUSIA BERSYUKUR
Pada hakikatnya
manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah secara sempurna, baik dalam bentuk
kalimat-kalimat pujian apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua
ayat dalam Al-Quran yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat kepada-Nya
sekalipun, tetap bermohon agar dibimbing, diilhami dan diberi kemampuan untuk
dapat mensyukuri nikmat-Nya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Syukur artinya ucapan, perbuatan, dan sikap terimakasih atau al-hamd; pujian. Dalam ilmu tasawuf,
syukur adalah ucapan, sikap dan perbuatan terimakasih kepada Allah swt. Dan
pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah swt.
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada
Allah SWT Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut
beberapa nikmat-Nya. Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada
Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah “alhamdulillah” dalam arti
“segala puji (hanya) tertuju kepada Allah,” namun ini bukan berarti bahwa kita
dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah.
Al-Quran secara tegas memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensyukuri kedua
orang tua dan manusia yang lain
Nikmat Yang kita
peroleh adalah konsekuensi dari sifat kebaikan –Nya terhadap manusia. Tegasnya,
Allah senantiasa berkehendak menganugerahkan nikmatnya kepada manusia. Oleh
karenanya kita harus senantiasa sadar bahwa semua nikmat yang kita peroleh
adalah dari Allah. Dialah yang memberi nikmat, bukan yang lain. Ketika kita
dikasih sesuatu oleh seseorang misalnya, berarti barang itu berasal dari-Nya.
Pemberi barang itu hanyalah perantara nikmat-Nya. Ma’rifah ( pemaknaan
nikmat) seperti itu akan membawa kita pada proses peng-esaan (
pengtauhidan ) dan pengkudusan ( peng taqdisan )
Tiga sisi dari
syukur, yaitu dengan hati, Yaitu kepuasan batin atas anugerah. Syukur dengan
lidah yaitu dengan mengakui anugerah dan memuji pemberiannya. Syukur dengan
perbuatan yaitu dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan
tujuan penganugerahannya
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’ie el bantanie. Dahsyatnya syukur. Jakarta : Qultumedia, 2009
Prof.Dr. H. Amin Syukur, M.A,
Zikir menyembuhkan kankerku. Hikmah
Djamil, Abdul DR. Perlawanan Kiyai Desa Pemikiran dan gerakan
Islam KH Ahmad Rifa’i Kalisalak. Yogyakarta : LkiS, 2001
Syawqi Ahmad, Ibrahim. Bahkan Jagat rayapun bertasbih. Jakarta : PT Serambi Ilmu semesta, 2006
Alhilali, Majdi. Adakah Berhala pada diri kita?. Jakarta : Gema Insani Press, 2006
Hanis Syam, Yunus. Sabar dan syukur bikin hidup lebih bahagia. Yogyakarta : Mutiara Media, 2009
Sunyoto, Siswo. Membuka Tabir Pintu langit
Alhilai, Majdi. 38 Sifat Generasi Unggulan. Jakarta :
Gema Insani Press, 1999
M Abdul Mujieb dkk. Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali. Jakarta : Mizan Publika, 2009
Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an.