Kamis, 22 September 2016

Mensyukuri Nikmat Allah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kita wajib merasakan nikmat pemberian Allah dalam setiap kebaikan yang kita terima, karena tidak ada suatu kebaikan pun yang turun kecuali atas kasih sayang –Nya. Janganlah seorang mengira bahwa dengan perbuatan, pengorbanan, dan perjuangannya, ia berhak memperoleh balasan nikmat. Bagaimana hal itu bisa, sedangkan perbuatan sihamba sendiri merupakan nikmat Allah untuknya. (DR. Majdi Alhilali, 1999 : 115)
Alih alih melakukan perbuatan yang nanti mengharapkan nikmat Allah, tetapi, kebanyakan umat manusia selalu lupa dengan kenikmatan kenikmatan yang telah diterima dari –Nya, seringkali lebih banyak kita dengar gerutunya daripada ungkapan rasa syukur, misal petani ketika panen seringkali kita dengar ungkapan : “Panen sih Panen tapi Cuma sedikit”. Pedagang juga seringkali menggerutu : “ dagangan kok sepi “ padahal berdagang sudah bertahun tahun dan dari untungnya bisa membeli apa apa. Juga si Pegawai Negeri, ketika dinaikkan gajinya mereka banyak juga yang ngomel : “ Naik kok Cuma sedikit padahal dengan kenaikan harga BBM harga harga sudah membumbung tinggi “. Dan masih banyak lagi ungkapan ungkapan ketidaksyukuran dari semua lapisan masyarakat, diberi hujan minta panas diberi kemarau minta hujan dst.
Rasa kurang bersyukur yang demikian bisa jadi merupakan pola pendidikan yang kurang tepat, padahal Allah Telah memberikan Kenikmatan kepada manusia sejak dalam kandungan sampai beranjak dewasa dan seterusnya. Masa kecil kita seringkali dimanja dengan keinginan keinginan yang selalu di penuhi oleh orang tua maka akibatnya akan melihat sesuatu yang belum dimiliki atau yang diatasnya.  Seringkali anak kecil yang sudah mempunyai sepeda atau sesuatu melihat sepeda atau sesuatu milik temannya lebih bagus, padahal tidak melihat masih banyak teman yang lain tidak memiliki sepeda atau sesuatu tersebut. Apabila kejadian ini terus berlanjut hingga dewasa dan seterusnya maka akan terbentuk jiwa yang kering dengan rasa bersyukur.
Dalam Keseharian, kita selalu fokus memandang sisi kekurangan bukan kelebihan yang kita miliki sehingga rasa syukur selalu jauh dari nuansa kalbu kita. Mengatasi yang demikian kita harus melatih hati, ucapan dan perbuatan kita untuk senantiasa pandai bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah Pengertian Syukur ?
2.      Apakah Pengertian Nikmat Allah ?
3.      Bagaimana cara kita bersyukur kepada Allah ?
C.    TUJUAN PEMBAHASAN
1.      Untuk mengetahui Pengertian Syukur
2.      Untuk mengetahui pengertian Nikmat
3.      Mengetahui bagaimana cara kita bersyukur kepada Allah













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Syukur
Syukur artinya ucapan, perbuatan, dan sikap terimakasih atau  al-hamd; pujian. Dalam ilmu tasawuf, syukur adalah ucapan, sikap dan perbuatan terimakasih kepada Allah swt. Dan pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah swt. ( Abdul Mujieb dkk. Ensiklopedia tasawuf Imam Al-Ghazali, 2009 : 471 )
Imam al-Qusyairi mengatakan, “ hakikat syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang telah diberikan Allah yang dibuktikan dengan ketundukan kepada-Nya. Jadi, syukur itu adalah mempergunakan nikmat Allah menurut kehendak Allah sebagai pemberi nikmat. Karena itu, dapat dikatakan bahwa syukur yang sebenarnya adalah mengungkapkan pujian kepada Allah dengan lisan, mengakui dengan hati akan nikmat Allah dan mempergunakan nikmat itu sesuai dengan kehendak Allah. ( Syafi’i el Bantanie, 2009 : 3)
Dalam Al-Quran kata “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu:
a.       Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh.
Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
b.      Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.
c.       Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
d.      Pernikahan, atau alat kelamin.
Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang mengambarkan kepuasan dengan yang sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak. ( M Quraish shihab ; 285 )
Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan “Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.”
Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.” Kata ini –tulis Ar-Raghib– menurut sementara ulama berasal dari kata “syakara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup –(salah satu artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.
Makna yang dikemukakan pakar di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur, antara lain dalam QS lbrahim (14): 7:
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ  
Artinya : dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang diabadikan Al-Quran:
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ Ÿ@ö6s% br& £s?ötƒ y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×Lq̍x. ÇÍÉÈ  
Artinya : berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,” dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah:
$¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù ÇÊÊÈ  
Artinya : Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebut (QS Adh-Dhuha [93]: ll).
Nabi Muhammad saw pun bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)”. Sementara ulama ketika menafsirkan firman Allah,
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
Artinya : karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
 ( M Quraish Shihab : 285)
SIAPA YANG HARUS DISYUKURI
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada Allah SWT Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya.
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
Artinya : karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Dalam QS Luqman (31): 12 dinyatakan:
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ  
Artinya : dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
            Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah “alhamdulillah” dalam arti “segala puji (hanya) tertuju kepada Allah,” namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran secara tegas memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensyukuri kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di pentas dunia ini.) Surat Luqman (31): 14 menjelaskan hal ini, yaitu dengan firman-Nya:
$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ  
Artinya : dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
            Gambaran Orang tua laksana sinar matahari yang menerangi seluruh lapisan alam raya. Apalah jadinya, bila tiba tiba matahari ngambek; tidak mau memancarkan sinarnya. Semua mahluk bumi pasti tidak akan bisa menjalani kehidupan di dunia ini. Orang tua yang memberikan energi yang sangat bermanfaat bagi setiap langkah dalam menapaki kehidupan dengan segala dinamikanya. ( Prof.DR. M.Amin Syukur, M.A  zizkir menyembuhkan kankerku : 10 )
            Walaupun Al-Quran hanya menyebut kedua orangtua –selain Allah– yang harus disyukuri, namun ini bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri.
            Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah (Begitu bunyi suatu riwayat yang disandarkan kepada Rasul Saw).
Pengertian Nikmat   
Bagamina cara manusia mengenal nikmat nikmat Allah
1.      Melalui alqur’anul karim
           Alqur’an telah banyak memperkenalkan kepada manusia nikmat nikmat Allah SWT.
2.      Melalui kejadian kejadian yang dialami dalam kehidupan
            Yaitu dengan merenungkan nikmat nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada kita, dengan memperhatikan orang yang terkena musibah dan tidak menimpa kita.
3.      Ikut serta dalam majelis majelis yang mengingat serta membicarakan nikmat nikmat Allah ( DR. Majdi Al Hilali, 2006 : 120 )
            Nikmat Yang kita peroleh adalah konsekuensi dari sifat kebaikan –Nya terhadap manusia. Tegasnya, Allah senantiasa berkehendak menganugerahkan nikmatnya kepada manusia. Oleh karenanya kita harus senantiasa sadar bahwa semua nikmat yang kita peroleh adalah dari Allah. Dialah yang memberi nikmat, bukan yang lain. Ketika kita dikasih sesuatu oleh seseorang misalnya, berarti barang itu berasal dari-Nya. Pemberi barang itu hanyalah perantara nikmat-Nya. Ma’rifah ( pemaknaan nikmat) seperti itu akan membawa kita pada proses peng-esaan ( pengtauhidan ) dan pengkudusan ( peng taqdisan ). Perlu kita ketahui, aspek taqdis dan tauhid adalah bagian terpenting dalam ma’rifah. Keduanya adalah tingkat pertama dalam ma’rifah ma’rifah iman.( Ir. Siswo Sanyoto : 292 )
MANFAAT SYUKUR BUKAN UNTUK TUHAN
            Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah SWT sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ Ÿ@ö6s% br& £s?ötƒ y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×Lq̍x. ÇÍÉÈ             
Artinya : berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
            Karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih. Dengan Syukur ini akan melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam kehidupan, mampu membentuk manusia yang arif dan bijaksana. Sifat Syukur hanya dapat lahir dari hati nurani dan keadaan seseorang yang sudah terbentuk sejak dinidan bisa merealisasikandalam tradisi yang baik kapan dan dimanapun berada. ( Yunus Hanis Syam, 2009 : 46 )
            Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun ‘Alim
* ¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB ̍ͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |MøŠt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# Ÿxsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& š§q©Ütƒ $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #ZŽöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOŠÎ=tã ÇÊÎÑÈ  
Artinya : Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya  mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.

Syakiran Alima (QS An-Nisa’ [4]: 147)
$¨B ã@yèøÿtƒ ª!$# öNà6Î/#xyèÎ/ bÎ) óOè?ös3x© öNçGYtB#uäur 4 tb%x.ur ª!$# #·Å2$x© $VJŠÎ=tã ÇÊÍÐÈ  
Artinya : mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui.
            yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ  
Artinya : dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
BAGAIMANA CARA BERSYUKUR
            Bersyukur kepada Allah wajib bagi hamba hambanya. Hanya saja manusia tidak akan mampu bersyukur sebagaimana mestinya sesuai dengan limpahan nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Ini jelas diluar batas kemampuan manusia. Allah swt. Sendiri tidak pernah memberi beban kepada seseorang diluar batas kemampuannya. Mensyukuri nikmat itu sendiri pun merupakan nikmat Allah, setelah disyukuri, masih menyisakan ruang syukur berikutnya. ( Dr.Ahmad Syawqi Ibrahim, 2006 : 153 )         
            Walaupun demikian sebagai hamba kita berusaha untuk bersyukur walaupun mustahil untuk menjadi orang yang bersyukur sepenuhnya karena Allah sudah bersabda sedikit sekali hambaku yang bersyukur secara utuh dan sempurna. Di atas telah dijelaskan bahwa ada tiga sisi dari syukur, yaitu dengan hati, Yaitu kepuasan batin atas anugerah. Syukur dengan lidah yaitu dengan mengakui anugerah dan memuji pemberiannya. Syukur dengan perbuatan yaitu dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.( M Quraish Shihab, wawasan alqur’an : 268 )
a. Syukur dengan hati
            Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian kepada-Nya
            Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
            Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu).
b. Syukur dengan lidah
            Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi “al-hamdulillah.”
            Kata “al” pada “al-hamdulillah” oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti “keseluruhan”. Sehingga kata “al-hamdu” yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
            Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada lahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai “kurang baik”, maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah “al- hamdulillah” (segala puji bagi Allah).
c. Syukur dengan perbuatan
            Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan
tbqè=yJ÷ètƒ ¼çms9 $tB âä!$t±o `ÏB |=ƒÌ»pt¤C Ÿ@ŠÏW»yJs?ur 5b$xÿÅ_ur É>#uqpgø:$%x. 9rßè%ur BM»uÅ#§ 4 (#þqè=yJôã$# tA#uä yŠ¼ãr#yŠ #[õ3ä© 4 ×@Î=s%ur ô`ÏiB yÏŠ$t6Ïã âqä3¤±9$# ÇÊÌÈ  
Artinya : Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
            Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah SWT Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:
uqèdur Ï%©!$# t¤y tóst7ø9$# (#qè=à2ù'tGÏ9 çm÷ZÏB $VJóss9 $wƒÌsÛ (#qã_̍÷tGó¡n@ur çm÷YÏB ZpuŠù=Ïm $ygtRqÝ¡t6ù=s? ts?ur šù=àÿø9$# tÅz#uqtB ÏmŠÏù (#qäótFö7tFÏ9ur ÆÏB ¾Ï&Î#ôÒsù öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±s? ÇÊÍÈ  
Artinya :  dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
            Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat “mencari karunia-~Nya”.
            Islam sangat melarang berpangku tangan menanti rezeki turun dari langit. Tidak !! Islam tidak pernah mengajarkan yang demikian. Selama napas ini masih dititipkan dalam hidup, wajib hukumnya untuk bergerak. ( Prof.DR. M.Amin Syukur, M.A  zizkir menyembuhkan kankerku : 30 )
KEMAMPUAN MANUSIA BERSYUKUR
            Pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah secara sempurna, baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua ayat dalam Al-Quran yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat kepada-Nya sekalipun, tetap bermohon agar dibimbing, diilhami dan diberi kemampuan untuk dapat mensyukuri nikmat-Nya.




















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Syukur artinya ucapan, perbuatan, dan sikap terimakasih atau  al-hamd; pujian. Dalam ilmu tasawuf, syukur adalah ucapan, sikap dan perbuatan terimakasih kepada Allah swt. Dan pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah swt.
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada Allah SWT Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya. Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah “alhamdulillah” dalam arti “segala puji (hanya) tertuju kepada Allah,” namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran secara tegas memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensyukuri kedua orang tua  dan manusia yang lain
            Nikmat Yang kita peroleh adalah konsekuensi dari sifat kebaikan –Nya terhadap manusia. Tegasnya, Allah senantiasa berkehendak menganugerahkan nikmatnya kepada manusia. Oleh karenanya kita harus senantiasa sadar bahwa semua nikmat yang kita peroleh adalah dari Allah. Dialah yang memberi nikmat, bukan yang lain. Ketika kita dikasih sesuatu oleh seseorang misalnya, berarti barang itu berasal dari-Nya. Pemberi barang itu hanyalah perantara nikmat-Nya. Ma’rifah ( pemaknaan nikmat) seperti itu akan membawa kita pada proses peng-esaan ( pengtauhidan ) dan pengkudusan ( peng taqdisan )
            Tiga sisi dari syukur, yaitu dengan hati, Yaitu kepuasan batin atas anugerah. Syukur dengan lidah yaitu dengan mengakui anugerah dan memuji pemberiannya. Syukur dengan perbuatan yaitu dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya


DAFTAR PUSTAKA

Syafi’ie el bantanie.  Dahsyatnya syukur.  Jakarta : Qultumedia, 2009

Prof.Dr. H. Amin Syukur, M.A, Zikir menyembuhkan kankerku.  Hikmah

Djamil, Abdul DR.  Perlawanan Kiyai Desa Pemikiran dan gerakan Islam KH Ahmad Rifa’i Kalisalak.  Yogyakarta : LkiS, 2001

Syawqi Ahmad, Ibrahim.  Bahkan Jagat rayapun bertasbih.  Jakarta : PT Serambi Ilmu semesta, 2006

Alhilali, Majdi.  Adakah Berhala pada diri kita?.  Jakarta : Gema Insani Press, 2006

Hanis Syam, Yunus.  Sabar dan syukur bikin hidup lebih bahagia.  Yogyakarta : Mutiara Media, 2009

Sunyoto, Siswo.  Membuka Tabir Pintu langit

Alhilai, Majdi.  38 Sifat Generasi Unggulan. Jakarta : Gema Insani Press, 1999

M Abdul Mujieb dkk.  Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali.  Jakarta : Mizan Publika, 2009


Quraish Shihab,  Wawasan Al-qur’an.